Kategori: Uncategorized

  • Super hero yang ada di indonesia Gundala

    Super hero yang ada di indonesia Gundala

    Gundala adalah tokoh komik ciptaan Hasmi yang muncul pertama kali dalam komik “Gundala Putra Petir” pada tahun 1969. Lokasi cerita sering digambarkan di kota Yogyakarta meskipun dalam filmnya pada tahun 1981 diceritakan berada di Jakarta. Gundala adalah karakter komik yang sangat populer di Indonesia selain Si Buta dari Gua Hantu, Godam, Aquanus, Mandala, Sri Asih, dan Maza

    Latar belakang

    ‘Gundala Putra Petir’ dirilis perdana pada tahun 1969. Karakter Gundala diciptakan oleh Harya Suraminata (Hasmi). Mengadaptasi perkembangan komik asing, Hasmi pembuat ‘Gundala’ dengan kearifan lokal. Kisah Gundala tak melulu terpengaruh komik luar. Hasmi terinspirasi dari tokoh legenda Jawa, Ki Ageng Selo. Ki Ageng Selo merupakan sosok sakti yang mampu menangkap petir dengan tangannya. Nama ‘Gundala’ sendiri diambil dari bahasa Jawa ‘Gundolo’ yang artinya petir

    Asal-usul

    Sancaka adalah seorang ilmuwan yang sedang melakukan penelitian untuk menciptakan serum anti petir. Tenggelam dalam ambisinya sebagai seorang ilmuwan, dia melupakan hari ulang tahun Minarti, kekasihnya, yang berakibat putusnya hubungan mereka. Sancaka yang patah hati berlari dengan hati galau di tengah hujan deras. Tiba-tiba sebuah petir menyambarnya. Dalam keadaan koma ia ditarik oleh suatu kekuatan dari planet lain dan diangkat anak oleh raja Kerajaan Petir yang bergelar Kaisar Kronz, sekaligus diberkati kemampuan super yaitu bisa memancarkan geledek dari telapak tangannya. Raja Taifun dari kerajaan Bayu memberinya kekuatan lari secepat angin.

    Sejak itulah, pada waktu-waktu tertentu, ia tampil sebagai jagoan penumpas kejahatan berpakaian hitam ketat dengan sepatu dan cawat berwarna merah. Wajahnya tertutup topeng, hanya tampak mata dan mulutnya, di sisi topengnya terdapat hiasan seperti sayap burung. Ia adalah kawan mereka yang lemah dan musuh bagi para pencoleng.

    Riwayat

    Pemfitnahan

    Dalam “Gundala Cuci Nama” (1974), Pengkor menciptakan Gundala palsu yang mencemarkan nama baik Gundala. Rekan-rekan sesama jagoan pembasmi kejahatan berbalik memburunya. Gundala akhirnya mampu membuktikan kejahatan Pengkor dan menghajar balik si Gundala palsu

    Pengantin Buat Gundala

    Dalam petualangannya bersama Kalong di “Pangkalan Pemusnah Bumi” (1977), Gundala bertemu dengan seorang wartawati cantik yang ternyata tangguh ilmu bela dirinya, bernama Sedhah Esti Wulan, yang nantinya akan menjadi istrinya. Ia kemudian akan menjadi seorang jagoan wanita yang dikenal dengan sebutan Merpati.

    Kedengkian Seorang Saudara

    Dalam “Sang Senapati” (1979), Haryono, ayah mertua Kaisar Kronz menaruh dendam kepada menantunya disebabkan hukuman dijatuhkan kepada putrinya yang jahat. Cucu Herona dari Kronz menuntut tahta Kerajaan Petir. Kaisar Kronz mengutus Therapy menjemput Gundala di bumi. Sang Putra Petir mendapat tugas menghadapi Athon, raksasa bersenjatakan kapak petir

    Daftar judul serial Gundala Putra Petir

    • Gundala Putra Petir (Kentjana Agung, 1969),
    • Perhitungan di Planet Covox (Kentjana Agung, 1969) – Gundala bertemu dengan Pangeran Mlaar, putra mahkota yang terkudeta. Gundala membantu mengembalikan tahtanya. Persahabatan itu membuat Mlaar sering berkunjung ke Yogyakarta.
    • Dokumen Candi Hantu (Kentjana Agung, 1969) – Merupakan pemunculan pertama musuh bebuyutan Gundala, yakni Ghazali.
    • Operasi Goa Siluman (Kentjana Agung, 1969)
    • The Trouble! (Kerusuhan) (Kentjana Agung, 1969) – tidak dicetak ulang karena masalah hak cipta.
    • Tantangan Bagi Gundala (Kentjana Agung, 1969)
    • Panik (Kentjana Agung, 1970)
    • Kunci Petaka (Prashida, 1970).
    • Godam vs. Gundala (Prashida, 1971) – Gundala dan Godam tanpa sengaja tertukar kostum dan kekuatan super. Masing-masing saling menuduh mereka palsu dan terjadilah perkelahian luar biasa.
    • Bentrok Jago-jago Dunia (Prashida, 1971) – tidak dicetak ulang karena masalah hak cipta.
    • Gundala Jatuh Cinta (Prashida, 1972)
    • Bernafas Dalam Lumpur (Prashida, 1973)
    • Gundala Cuci Nama (Prashida, 1974)
    • 1.000 Pendekar (Prashida, 1974)
    • Dr. Jaka dan Ki Wilawuk (Prashida, 1975)
    • Gundala Sampai Ajal (Prashida, 1976).
    • Pangkalan Pemusnah Bumi (Prasidha, 1977) – Gundala bertemu untuk pertama kali dengan Merpati, calon istrinya.
    • Pengantin Buat Gundala (Prashida, 1977)
    • Bulan Madu di Planet Kuning (Prashida, 1978)
    • Lembah Tanah Kudus (Prashida, 1979)
    • Gundala Sang Senapati (Prashida, 1979)
    • Istana Pelari (Prashida, 1980)
    • Surat dari Akherat (Prashida, 1982).
    • Gundala Son Of Lightning (Bumilangit 2018)
    • Gundala Movie Adaptation (Bumilangit 2019)

    Patriot

    Pada tahun 1996 Godam, Gundala, Aquanus, dan Maza muncul dalam suatu serial komik Patriot oleh Sraten Komik.

    Gundala juga salah satu anggota ‘Patriot’, kelompok superhero yang dipimpin oleh Sri Asih.

    Penerbitan kembali

    Pada tahun 2005, Penerbit Bumi Langit menerbitkan kembali komik pertama “Gundala Putra Petir”. Buku tentang asal usul Gundala ini disambut antusias oleh penggemarnya. Dengan karya seri Gundala sebanyak 23 judul yang diciptakan antara tahun 1969 hingga 1982, Hasmi telah menorehkan fenomena yang terus diingat penggemarnya.

    Pada tahun 1995, hingga akhir 2009 banyak bermunculan pula komik-komik Gundala yang diciptakan oleh para penggemarnya (Fan Made) dengan berbagai judul seperti:

    • Gundala The Reborn; Abdurrahman Saleh (1999)
    • Suatu Ketika Dalam Hidup Gundala; Jink (1995)
    • Gundala Putra Petir Bangkit Dari Kematian; Jink-Arief-Berny (2009)

    Pada awal tahun 2019, Bumilangit Komik selaku pemilik hak cipta kembali merilis buku komik cetak yang berjudul “Patriot: Prahara”, di mana Gundala muncul di dalamnya.

    Menyambut penayangan film layar lebar terbaru Gundala, Bumilangit Komik bersama dengan penerbit Koloni merilis komik “Gundala Putra Petir” versi remastered di bulan Juli 2019.

    Film adaptasi

    Gundala Putra Petir (1981)

    Pada tahun 1981, popularitas komik Gundala merambah layar perak di Indonesia. Dengan membeli lisensi dari pengarangnya, PT. Cancer Mas Film memvisualisasikan komik tersebut dengan disutradarai oleh Lilik Sudjio. Aktor yang ditunjuk sebagai Ir. Sancaka atau Gundala adalah Teddy Purba yang terkenal sebagai salah satu bintang laga Indonesia saat itu. Musuh bebuyutannya, Ghazwul, diperankan oleh aktor watak W.D. Mochtar, serta Anna Tairas sebagai kekasih Sancaka, Minarti. Aktor dan aktris lain yang terlibat dalam film tersebut antara lain Ami Prijono, August Melasz, Pitrajaya Burnama, H.I.M. Damsyik, Gordon Subandono, A. Hamid Arief, Rini Ratih, Dewanti, dan Ratno Timoer.

    Meskipun setting tempatnya diubah dari Yogyakarta menjadi Jakarta, film ini tetap setia pada “pakem” cerita berdasarkan komik yang ditulis oleh Hasmi. Diceritakan seorang insinyur yang bernama Sancaka berhasil menemukan formula anti petir. Malangnya penemuan ini malah mengakibatkan Sancaka harus putus dengan kekasihnya Minarti akibat lupa menghadiri acara ulang tahunnya. Di tengah kesedihan dan derasnya hujan, Sancaka tersambar petir dan terbawa ke dunia kaisar Kronz. Dari situ kemudian ia diberi kekuatan dan kostum yang mengubahnya menjadi Gundala. Sementara itu peredaran narkotika oleh sekelompok organisasi yang dipimpin oleh Ghazwul mulai merajalela. Maka dimulailah pertarungan antara kebaikan melawan kejahatan.

    Gundala (2019)

    Pada 2018, diumumkan bahwa sutradara Joko Anwar akan menyutradarai film Gundala terbaru dengan pemeran Abimana Aryasatya, Bront Palarae, Tara Basro, dan Rio Dewanto. Pengambilan gambar untuk keperluan film ini dilakukan mulai September-Oktober 2018 dan dirilis pada 29 Agustus 2019.

    Film ini diproduksi oleh Screenplay Films, Legacy Pictures bersama pemilik hak cipta Gundala, Bumilangit Studios. Film tersebut berdasarkan pada cerita karakter pahlawan super Indonesia tahun 1969 Gundala yang dibuat oleh Harya Suraminata. Karakter utamanya sendiri diperankan oleh Abimana Aryasatya.

    Gundala (film)

    Gundala adalah sebuah film pahlawan super neo-noir Indonesia tahun 2019 yang disutradarai dan ditulis oleh Joko Anwar. Film ini adalah produksi bersama Screenplay Films, Legacy Pictures, Ideosource Entertainment, dengan pemilik hak cipta Gundala yaitu Bumilangit Studios. Film ini berdasarkan pada cerita karakter pahlawan super Indonesia tahun 1969 Gundala yang dibuat oleh Harya Suraminata. Karakter utamanya sendiri diperankan oleh Abimana Aryasatya. Film ini akan menjadi awal dari Jagat Sinema Bumi Langit (JSB) sekaligus Film superhero dari Asia tenggara yang paling terkenal. Gundala dalam bahasa Jawa yaitu “Gundolo” yang berarti Petir, sangat cocok mengingat superhero / adiwira ini memang mempunyai Kekuatan Petir. Uniknya Gundala bisa diartikan sebagai Telinga Panjang seperti sama halnya dengan sahabat Gundala yaitu Sri Asih yang juga menggunakan desain telinga panjang. Telinga panjang itu bermakna bahwa kita harus lebih menjadi pendengar daripada banyak berbicara.

    Alur

    Sancaka (Muzakki Ramdhan) adalah putra seorang pekerja pabrik miskin yang berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sancaka yang masih muda itu menunjukkan tanda-tanda kecemerlangan dalam mengutak-atik produk listrik, tetapi takut dengan petir dan badai yang seakan selalu mengincarnya. Ayah Sancaka (Rio Dewanto) memimpin rekan-rekan buruh pabriknya dalam sebuah protes terhadap pemilik pabrik, menuntut kenaikan gaji. Kelompok itu bertemu dengan penjaga bersenjata yang disewa oleh pemilik pabrik, lalu protes itu berubah menjadi anarkis. Pada protes kedua, ayah Sancaka dikhianati dan ditikam oleh rekan-rekannya yang telah disuap oleh pemilik pabrik dan meninggal di lengan Sancaka. Sancaka disambar oleh petir lalu meretakkan tameng para pasukan bersenjata sambil memegangnya, lalu saat orang-orang ingin menolongnya, mereka semua terlempar dan tersengat petir dari tubuh Sancaka. Setahun kemudian, ibu Sancaka (Marissa Anita) pergi ke kota lain untuk mencari pekerjaan. Dia berjanji untuk kembali keesokan harinya, tetapi tidak pernah kembali.

    Peristiwa ini membuat Sancaka berkeliaran sendirian di jalan-jalan Jakarta, hidup dari mengamen. Suatu ketika ia dikejar dan dipukuli oleh sekelompok anak jalanan, sampai akhirnya ia diselamatkan oleh Awang (Faris Fadjar Munggaran), seorang anak jalanan yang lebih tua darinya. Sancaka tinggal bersama Awang selama beberapa waktu, dan Awang melatihnya agar menguasai ilmu bela diri. Awang juga memberi pesan kepada Sancaka untuk tidak ikut campur dengan urusan orang lain jika dia ingin tetap hidup aman di jalanan. Suatu malam, Sancaka dan Awang berencana untuk berangkat ke Tenggara dengan menaiki kereta yang lewat. Ketika akhirnya ada kereta lewat, Awang melompat ke atasnya, tetapi Sancaka tidak dapat mengejar kereta, dan berakhir ditinggal sendirian lagi.

    Tahun demi tahun berlalu, dan Sancaka (Abimana Aryasatya) yang sekarang sudah dewasa bekerja sebagai penjaga keamanan dan mekanik paruh waktu di sebuah pabrik percetakan. Mayoritas anggota legislatif negara yang korup dikendalikan oleh seorang mafia kejam dengan cacat fisik yang dikenal sebagai Pengkor (Bront Palarae). Pengkor memimpin pasukan anak yatim yang dibesarkan sebagai pembunuh dan memanggilnya sebagai “Bapak”. Pengkor mendapat perlawanan dari anggota legislatif Ridwan Bahri (Lukman Sardi). Pengkor dan anak buahnya melakukan rencana jahat dengan cara meracuni persediaan beras nasional dengan serum yang menargetkan wanita hamil, dan dikabarkan bisa mempengaruhi otak janin, membuat anak yang lahir tidak dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, serta mengacaukan moral mereka. Pengkor mengatur agar tindakan memberi racun tersebut terekam oleh kamera video dan dirilis melalui media. Hal ini menyebabkan histeria massal di masyarakat, yang kemudian menuntut anggota legislatif untuk melepaskan penawar racun yang sebenarnya belum teruji dan diformulasikan oleh perusahaan farmasi kepada publik. Perdebatan ini membagi dewan legislatif menjadi dua kubu: satu dipimpin oleh Ridwan dan rekan-rekan ‘Rumah Perdamaian’ yang ingin mengeluarkan undang-undang untuk mendistribusikan penawar racun tersebut, sedangkan kubu lain yang dikendalikan oleh Pengkor menentang pendistribusian penawar racun.

    Suatu hari, Sancaka membantu tetangganya, Wulan (Tara Basro) melawan beberapa preman yang mengganggunya. Para preman membalas dengan menyerangnya di malam hari saat ia tengah bekerja di pabrik dan berusaha untuk membunuhnya dengan cara melemparkan Sancaka dari atap pabrik. Setelah tubuh Sancaka jatuh ke tanah, sambaran petir menyambar tubuhnya dan menghidupkannya kembali, serta memberinya kekuatan manusia super.

    Wulan memimpin sekelompok pedagang pasar untuk memberontak melawan para preman yang mengganggu mereka. Suatu saat, Sancaka kebetulan berada di sekitar pasar tersebut dan akhirnya bertarung dan mengalahkan 30 orang preman dengan kekuatannya. Wulan meminta Sancaka untuk bergabung dengan kelompoknya agar bisa mempertahankan pasar. Namun, Sancaka menolak, dengan alasan bahwa ia belum yakin bahwa dia adalah pahlawan yang mereka butuhkan.

    Para preman membalas dengan cara membakar pasar. Kesengsaraan dan keputusasaan para pedagang pasar meyakinkan Sancaka untuk bangkit membela mereka. Dengan bantuan Wulan, Tedy—adik lelaki Wulan—, dan Pak Agung (Pritt Timothy)—teman Sancaka sesama penjaga keamanan—, Sancaka belajar mengendalikan kekuatannya dan menciptakan kostum darurat untuk memanfaatkan kekuatan petir di dalam dirinya. Dengan itu, Sancaka mulai bertarung dan mengalahkan para penjahat, menginspirasi orang-orang sebagai simbol harapan untuk bangkit dan berdiri bersama untuk mempertahankan diri dari serangan para penjahat.

    Salah satu preman membelot dan memberi tahu Sancaka dan Wulan bahwa mereka menyaksikan seorang pemain biola terkenal, Adi Sulaiman (Rendra Bagus Pamungkas) ada di pasar pada saat kebakaran terjadi. Ia mencurigai Adi sebagai dalang dibalik pembakaran itu. Sancaka menemui Adi untuk meminta alasan mengapa ia membakar pasar, tetapi Adi yang tampaknya lemah ternyata adalah seorang yang beringas dan menyerang Sancaka dengan busur biolanya. Tato yang dimiliki Adi mengungkapkan bahwa dirinya adalah salah satu “anak” yatim piatu Pengkor yang berjuluk Sang Pengubah. Saat menghindari serangan Sancaka, Adi tertabrak oleh bus yang kebetulan lewat.

    Kepahlawanan Sancaka dan kematian Adi membuat Pengkor dan rekannya (Ario Bayu) marah. Pengkor melepaskan para “anak” yatim piatunya yang ternyata menjadi agen mata-mata di banyak posisi di seluruh negara, diantaranya adalah Sang Pelajar, Desti Nikita (Asmara Abigail); Sang Peraga, Mutiara Jenar (Kelly Tandiono); Sang Perawat, Cantika (Hannah Al Rashid); Sang Penempa, Tanto Ginanjar (Daniel Adnan); Sang Peracik, Jack Mandagi (Andrew Suleiman); Sang Pembisik, Kamal Atmaja (Ari Tulang); Sang Pemahat, Sam Buadi (Aming); Sang Pelukis, Kanigara (Cornelio Sunny); dan Sang Penari, Swara Batin (Cecep Arif Rahman). Para “anak” Pengkor tersebut berhasil membunuh sejumlah anggota Rumah Perdamaian. Namun saat Swara Batin hendak membunuh Ridwan, Sancaka muncul dan mengalahkannya.

    Dewan legislatif akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) penawar racun beras itu yang membuat masyarakat gembira. Namun, ketika hasil tes dari laboratorium Rumah Perdamaian sampai di tangan Ridwan, baru diketahui bahwa Pengkor telah menipunya selama ini. Beras yang telah terkena racun sebenarnya tidak mematikan, tetapi penawar racunnya justru mematikan. Hal ini diperkuat dengan bukti bahwa perusahaan farmasi yang memproduksi penawar racun tersebut ternyata dimiliki oleh Pengkor. Ridwan mencoba menghubungi Sancaka untuk memintanya menghentikan distribusi penawar racun, tetapi Pengkor dan “anak-anak”nya telah terlebih dahulu menyerang Sancaka di pabrik sebelum ia dapat pergi untuk menghentikan pendistribusian penawar racun.

    Pertempuran Sancaka dengan para “anak” Pengkor berlanjut hingga di atap pabrik, tempat Pengkor menahan Pak Agung, Wulan, dan Tedy dengan tujuan membunuh mereka di depan Sancaka. Kamal sempat menghipnotis Sancaka, namun teriakan Wulan menyadarkannya. Sancaka akhirnya berhasil melepaskan kekuatan petirnya dari dalam dirinya dan mengalahkan sebagian besar “anak-anak” Pengkor. Ia berhasil menyelamatkan Wulan dan Tedy, tetapi Pak Agung dibunuh oleh salah satu “anak” Pengkor. Sancaka pun membunuh hampir semua “anak-anak” Pengkor, kecuali Kanigara yang berhasil kabur. Ketika Pengkor hendak menyerang Sancaka dari belakang, Ridwan datang dan menembak Pengkor dengan pistol. Ketika tengah sekarat, Pengkor sempat menyatakan bahwa dialah satu-satunya yang berhasil menyatukan rakyat dan dewan legislatif.

    Sancaka bergegas menghentikan distribusi obat penawar itu. Sancaka menyusul sebuah mobil distribusi dan mencoba menghentikannya. Namun, ia justru ditembak oleh sang pengemudi. Untungnya, mobil tersebut secara supernatural dihentikan oleh seorang wanita misterius (Pevita Pearce). Sancaka pun memegang sebuah botol obat penawar, dan menggunakan kekuatan petirnya untuk memecahkan semua botol obat penawar racun yang ada di kota.

    Sementara itu, rekan Pengkor membongkar sebuah makam kuno yang terkubur di dalam dinding museum kota sambil membawa sebuah wadah bersegel berisi kepala orang tua yang telah terpenggal dari tubuhnya. Menggunakan darah Sancaka yang ia ambil sebelumnya dari salah satu perkelahian, ia menggabungkan tubuh dan kepala tersebut dalam wadah bersegel itu. Proses tersebut membangkitkan Ki Wilawuk (Sujiwo Tejo), iblis yang kuat dari zaman kuno. Rekan Pengkor tersebut mengungkapkan dirinya sebagai Ghazwul dan mengatakan kepada Ki Wilawuk bahwa musuh telah datang. Ghazwul memanggil sang musuh tersebut sebagai “Gundala” (‘Guntur’ dalam bahasa Jawa kuno). Ki Wilawuk memerintahkan Ghazwul untuk mengumpulkan tentaranya, karena perang besar akan datang.

    Dalam adegan mid-credit, Gundala bertemu Ridwan di atap dan mengucapkan terima kasih atas kostum pemberiannya yang telah di-upgrade dan lebih canggih. Ridwan mengatakan bahwa kostum baru itu berasal “dari rakyat”. Dari kejauhan, wanita misterius yang sebelumnya menghentikan mobil pembawa obat penawar racun tengah mengamati mereka. Ia disebut oleh rekannya sebagai pahlawan super Sri Asih.

    Produksi

    Pengembangan

    Bumilangit Studios sebagai pemilik kekayaan intelektual Gundala telah mengembangkan ide membuat film Gundala sejak 2008. Bumilangit Studios yang saat itu bernama Bumi Langit Pictures bekerja sama dengan Graha Media Visi dalam produksi film ini. Direncanakan film ini akan disutradarai Alex J. Simal dan dibintangi Sandy Mahesa, Amelia Dinati, Dharma Suchdi, Chandra Galih, dan Reina Abidin. Film ini direncanakan akan ditayangkan pada Juni 2009, tetapi rencana produksi tersebut menghilang ditelan angin. Pada tahun 2010, terjadi kebohongan (hoax) yang dilakukan oleh Iskandar Salim, seorang fotografer dan desainer grafis yang menciptakan materi promosi untuk film yang tidak dibuat tentang Gundala. Salim memperhatikan bahwa belum pernah ada film yang menampilkan pahlawan super Indonesia dan ingin memulai debat publik tentang masalah ini. Dia membuat situs web resmi, halaman Facebook, poster, dan foto-foto ditampilkan yang diduga memperlihatkan film yang sedang dibuat. Sebagai hasil dari perhatian yang dihasilkan oleh tipuan, pencipta Gundala, Hasmi, terlibat dalam negosiasi untuk menghasilkan film nyata berdasarkan karakter ciptaannya itu. Produksi film ini kemudian terdengar kembali tatkala Erick Thohir dari Mahaka Pictures memproduksi film ini dengan Hanung Bramantyo sebagai sutradara. Rencananya, film ini dijadwalkan akan ditayangkan pada 2016.Proses produksi tidak menemui kepastian sebelum akhirnya digantikan oleh Joko Anwar pada 2018. Keterlibatan Joko Anwar sebagai sutradara film ini bermula dari sebuah status yang diunggah Joko di Instagram pada 18 Januari 2018 yang menampilkan gambar sayap perak. Kemudian pada 4 April 2018, Joko Anwar diumumkan sebagai penulis dan sutradara untuk film tersebut.

    Joko Anwar mengakui bahwa proses penulisan naskah film Gundala adalah pekerjaan tersulit selama kariernya. Dia biasanya menghabiskan 1-2 bulan untuk proses penulisan naskah, tetapi akhirnya menghabiskan 7 bulan untuk proyek ini. Menafsirkan kembali asal mula dari komiknya tahun 1969, ia menyusun ulang cerita itu dengan cara yang dapat menarik kaum milenial dan centennial. Komik dan catatan Hasmi tentang Gundala membantunya menulis naskah. Film ini menghabiskan dana sebesar Rp30 miliar

    Praproduksi

    Joko Anwar merasa bahwa Abimana Aryasatya adalah aktor yang sempurna untuk memerankan Sancaka alias Gundala karena auranya yang lemah lembut namun kuat. Setelah beberapa upaya, Joko berhasil meyakinkan Abimana dan akhirnya ia pun menerima tawaran itu. Sebelumnya Joko menjanjikan akan ada pemeran kejutan yang diumumkan

    Kostum Gundala adalah upaya kerja tim antara Iwan Nazif (Bumilangit Creative Engine) dan Chris Lie (Caravan Studio). Produksi tersebut ditangani oleh Quantum Creations FX yang berbasis di Los Angeles, yang menggarap Daredevil, Watchmen, Supergirl, The Hunger Games, Star Trek, dan Iron Man

    Pembuatan film

    Produksi film ini melibatkan 1.800 pemain dan pengambilan gambar dilakukan di 70 lokasi yang berbeda di Indonesia. Penggarapan film ini memakan waktu hingga dua tahun. Selama produksi film, Joko melarang semua pemain untuk menonton film lain untuk dijadikan rujukan bagi film ini. Dalam menulis film, Joko sempat merasa sulit saat mencari tempat yang nyaman untuk menulis naskah sebelum akhirnya berhasil menemukan tempat yang dicari yaitu museum dan kuburan

    Pascaproduksi

    Pascaproduksi dimulai pada November 2018 dan selesai sekitar Juni 2019. Film Gundala  melibatkan banyak pekerja film di Indonesia, salah satunya adalah Khikmawan Santosa. Gundala adalah salah satu proyek terakhirnya sebelum ia meninggal pada 11 Mei 2019

    Lagu pengiring

    Salah satu soundtrack yang melengkapi film ini adalah lagu 1962 The End of the World oleh Skeeter Davis. Tim produksi setuju bahwa lirik mewakili tema utama film; ketika banyak orang di suatu negara tidak menegakkan keadilan, mereka akan menuju akhir dunia. Warner Music Indonesia menerbitkan album jalur suara berisi sembilan lagu yang terpilih dari sekitar tiga ratus lagu yang didaftarkan lewat tagar #Gundala Song Tribute

    Pemasaran

    Video tampilan pertama film Gundala ditampilkan di Indonesia Comic Con pada 28 Oktober 2018. Teaser pertama dirilis di akun YouTube resmi Screenplay Films pada 12 April 2019. Sebulan kemudian, poster resmi tersebut terungkap pada 28 Mei 2019.

    Untuk meningkatkan kesadaran publik tentang film Gundala, M&C! dan penerbit Koloni akan menerbitkan dua jenis komik Gundala, versi remastering dari komik klasik Gundala (diterbitkan pada Juli 2019) dan adaptasi komik Gundala dari kisah yang disampaikan dalam film (diterbitkan pada Agustus 2019). Versi remastering menargetkan penggemar komik Gundala asli pada tahun 1970-an dan 1980-an dan kolektor komik sekolah tua Indonesia, sedangkan versi adaptasi menargetkan generasi milenium Indonesia yang tidak mengetahui karakter Gundala sebelumnya. Komik Gundala juga akan tersedia dalam bentuk digital di Line Webtoon, menargetkan remaja Indonesia yang sering mengakses platform. Koloni, bersama dengan Gramedia Pustaka Utama dan Bumilangit, juga akan mengadakan beberapa roadshow di seluruh Indonesia. Roadshow film Gundala dimulai pada 15 Juni 2019 di Jakarta.Dilaporkan pembelian tiket awal untuk bioskop yang didukung format suara Dolby Atmos sudah laris manis dibeli penonton.

    Memanfaatkan penayangan Gundala dan Twivortiare, Twitter memasang emoji di sebelah tagar berkaitan dengan dua film itu.Tagar #Gundala sendiri menempati peringkat kelima topik terhangat Twitter Indonesia.

    Penayangan

    Gundala ditayangkan di bioskop pada 29 Agustus 2019, bersamaan dengan Twivortiare. Film ini juga ditayangkan di bagian Midnight Madness di Festival Film Internasional Toronto 2019.Lembaga Sensor Film mengklasifikasikan film ini sebagai 13+. Film ini adalah film pertama Indonesia yang menggunakan tata suara Dolby Atmos.

    Pada hari pertama, film ini ditonton 174.013 orang.Pada hari kedua, film ini ditonton 312.776 orang. Pada hari ketiga, film ini ditonton 512.566 orang. Gundala juga direncanakan ditayangkan di Malaysia pada 7 November 2019 bersamaan juga dengan Twivortiare, tetapi batal

    Penerimaan

    Penghargaan

    Di Festival Film Indonesia 2019, Gundala mendapatkan 9 nominasi, setara dengan 27 Steps of May arahan Ravi Bharwani dan Bebas arahan Riri Riza.Kemudian berikutnya di Piala Maya 2019, mendapatkan 10 nominasi setara dengan film Joko Anwar lainnya, Perempuan Tanah Jahanam

    Sekuel

    Sebagai film pertama dari Jagat Sinema Bumi Langit, Gundala akan diteruskan oleh Sri Asih yang disutradarai Upi Avianto sebagai film kedua dan Virgo and The Sparklings yang disutradarai Ody C. Harahap sebagai film ketiga dalam Jagat Sinema Bumilangit

    TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK : MAHKOTA69

  • Wiro Sableng superhero lokal asli indonesia

    Wiro Sableng superhero lokal asli indonesia

    Wiro Sableng atau Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 adalah tokoh fiksi serial novel yang ditulis oleh Bastian Tito. Wiro terlahir dengan nama Wira Saksana yang sejak bayi telah digembleng oleh gurunya yang terkenal di dunia persilatan dengan nama Sinto Gendeng. Wiro adalah seorang pendekar dengan senjata Kapak Maut Naga Geni 212 dan memiliki rajah “212” di dadanya. Wiro memiliki banyak kesaktian yang diperoleh dari berbagai guru selama petualangannya di dunia persilatan.

    Pengarang

    Bastian Tito

    Penulisan

    1. Dalam menyelesaikan satu episode rata-rata menghabiskan waktu 3 minggu.
    2. Pengetikan dilakukan oleh penulis sendiri, untuk proses penyuntingan dan penyelesaian buku dilakukan oleh asisten.
    3. Sekali menulis serial Pendekar 212, biasanya penulis menyelesaikan sekaligus langsung 2 sampai dengan 3 buku.
    4. Waktu penerbitan buku episode baru di pasaran tergantung stok cerita selanjutnya atau jumlah buku selanjutnya yang akan diterbitkan, apabila mengalami keterlambatan berarti stok buku berikutnya sudah hampir habis sedangkan penulis masih dalam proses menyelesaikan tulisannya.
    5. Apabila jumlah stok buku yang akan diterbitkan habis sedangkan penulis masih dalam proses penulisan biasanya akan terjadi keterlambatan terbit lebih dari 2 sampai 3 bulan.
    6. Keterlambatan ini biasanya disebabkan lamanya waktu yang dihabiskan penulis untuk survei tempat-tempat yang dikunjungi demi kepentingan penulisan

    Survei tempat

    • Untuk memperkuat dan menambah kualitas cerita, penulis langsung mengunjungi dan melakukan survei terhadap tempat atau daerah yang akan ada di serial Pendekar 212.
    • Untuk satu tempat biasanya membutuhkan waktu sampai 2 minggu sehingga penulis benar-benar bisa mengetahui adat, budaya, legenda maupun cerita-cerita masyarakat setempat dan dihubungkan dengan situasi, suasana alam dan keadaan pada masa silam.

    Penulis selalu membawa alat perekam

    • Kemana pun penulis pergi selalu membawa alat perekam.
    • Hal ini dilakukan untuk merekam semua yang dilihat dan didengar penulis, jadi setiap apa yang dilihat maupun percakapan yang didengar penulis kadang dituangkan ke dalam bukunya, jadi tidak mengherankan apabila isi cerita, isi percakapan para tokoh, gaya bahasa serta gaya penulisan penulis terasa benar-benar hidup.
    • Tentu saja semua itu harus disertai pula ilmu dan bakat yang memadai untuk menjadi seorang penulis yang handal.

    Judul buku terlaris

    • Serial Wiro Sableng berhasil mencapai 2 kali orbit, tepatnya tahun 1989 dan 1994.
    • Buku yang berhasil orbit ternyata buku terbitan lama tetapi dicari kembali dan laris pada tahun 90-an.
    • Dua buku yang berhasil orbit berjudul Makam Tanpa Nisan dan Guci Setan.
    • Judul Makam Tanpa Nisan meledak 921.020 eksemplar pada tahun 1989.
    • Judul Guci Setan meledak 924.078 eksemplar pada tahun 1994.
    • Berikut 10 judul serial Pendekar 212 yang terlaris selain 2 judul di atas (rata-rata terjual di atas 800.000 eksemplar): Badai Di Parang Tritis, Topeng Buat Wiro Sableng, Wasiat Iblis, Geger Di Pangandaran, Kiamat Di Pangandaran, Gerhana Di Gajah Mungkur, Kembali Ke Tanah Jawa, Senandung Kematian, Kematian Kedua dan episode terakhir Jabang Bayi Dalam Guci.

    Waktu senggang penulis

    • Penulis menyukai permainan catur, salah satu hal yang disukai penulis dari catur karena bidaknya selalu berwarna hitam dan putih.
    • Tentu saja waktu senggang penulis utamanya dihabiskan untuk berkumpul, bercengkrama dan sesekali berekreasi bersama keluarga.

    Karakter Wiro Sableng

    Jika dicermati, terasa sekali perubahan karakter, sifat dan sikap Wiro seiring berjalannya waktu dan bertambahnya usia. Sejak Wiro masih muda dan masih sableng-sablengnya hingga dewasa, sedikit demi sedikit pribadinya berubah menjadi lebih bijaksana dan berpikirnya pun lebih dewasa serta mengurangi kesablengannya yang kadang menyakiti perasaan orang lain.

    Walaupun sedikit ceriwis dan banyak disukai bahkan disayangi gadis-gadis cantik, tetapi Wiro bukanlah tipe laki-laki brengsek pengobral cinta. Apalagi mulai dari episode Wasiat Iblis dan seterusnya, Wiro mengalami proses pendewasaan dalam dirinya, mulai dari cara berpikir maupun sikap dan tingkah lakunya.

    Sampai sejauh ini Wiro pernah mengungkapkan perasaan cintanya secara langsung hanya kepada dua orang gadis saja, yaitu Bunga dan Bidadari Angin Timur. Setelah mengungkapkan kata-kata sayang dan cinta kepada Bunga, Wiro hanya kepada Bidadari Angin Timur kembali mengungkapkan perasaan hatinya. Itu pun karena ada alasan kuat kenapa Wiro pada akhirnya tak bisa bersatu dengan Bunga. Saat Wiro mengungkapkan perasaan hatinya kepada Bidadari Angin Timur pun terpaut perbedaan waktu cukup jauh saat Wiro menyatakan cintanya kepada Bunga.

    Wiro pernah menyukai atau mencintai gadis lain selain kedua gadis di atas, tetapi semua hanya Wiro pendam dalam hati dan tidak pernah Wiro ungkapkan dengan kata-kata. Apalagi bila akhirnya Wiro mengetahui bahwa gadis yang dicintainya lebih memilih pria lain, pendekar kita memilih lebih baik mundur dan merelakan si gadis pergi demi kebahagiaan gadis yang dikasihinya.

    Kaitan beberapa episode

    Berikut sedikit ulasan/catatan mengenai kaitan beberapa episode dalam serial Pendekar 212 Wiro Sableng yang menjadi alasan Padepokan 212 membuat urutan episode versi kedua:

    Episode Empat Berewok Dari Goa Sanggreng, Maut Bernyanyi Di Pajajaran & Dendam Orang Orang Sakti

    Ketiga episode ini merupakan tiga episode awal serial Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 Wiro Sableng. Karena tiga episode ini memiliki kaitan erat satu sama lain, maka dijadikan satu rangkaian episode.

    Pada episode Empat Berewok Dari Goa Sanggreng menceritakan tentang Wiro sejak masih bayi di mana kedua orang tuanya dibunuh oleh Suranyali (Mahesa Birawa). Sewaktu rumah kedua orangtuanya dibakar, Sinto Gendeng menolong Wiro yang saat itu masih bayi dari dalam rumah yang terbakar. Wiro dibawa ke puncak Gunung Gede dan dijadikan murid oleh Sinto Gendeng. Setelah digembleng selama 17 tahun oleh Sinto Gendeng, akhirnya Wiro turun gunung. Misi pertamanya adalah membalas dendam kematian kedua orangtuanya. Ketika kembali ke desa kelahirannya, yang ditemui Wiro hanya Kalingundil yang merupakan anak buah Suranyali. Saat itu Kalingundil sedang berseteru dengan komplotan Empat Berewok Dari Goa Sanggreng. Di akhir episode, Kalingundil kehilangan salah satu tangannya sewaktu berhadapan dengan Wiro.

    Suranyali sendiri baru bisa ditemui Wiro dalam episode Maut Bernyanyi Di Pajajaran. Saat itu nama Suranyali telah berubah menjadi Mahesa Birawa dan membantu para pemberontak yang menyerang kerajaan Pajajaran. Dalam episode ini Wiro berhasil menuntaskan dendamnya terhadap Suranyali (Mahesa Birawa).

    Dalam episode Dendam Orang-Orang Sakti,

    karena dendam, Kalingundil memfitnah Wiro atas pembunuhan sejumlah tokoh persilatan. Di Puncak Gunung Tangkuban Perahu semua tokoh silat yang mempunyai hubungan dekat dengan orang-orang yang terbunuh berkumpul untuk membuat perhitungan dengan Pendekar 212 Wiro Sableng.

    Episode Keris Tumbal Wilayuda & Neraka Lembah Tengkorak

    Kaitan kedua episode ini hanya pada kemunculan Anggini sebagai Dewi Kerudung Biru secara berturut-turut.wiro sableng

    Episode Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga & Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin

    Kaitan kedua episode ini hanya pada kemunculan Sekar. Di mana setelah berhasil menumpas kejahatan Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga, Wiro masih ditemani Sekar di episode Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin.

    Episode Tiga Setan Darah Dan Cambuk Api Angin & Dewi Siluman Bukit Tunggul

    Kaitan episode ini hanya pada kemunculan kembali Nenek Telinga Arit Sakti bersama gurunya di episode Dewi Siluman Bukit Tunggul. Nenek ini ingin membalas dendam terhadap Wiro, karena sebelumnya nenek ini sempat bertarung dan dikalahkan Wiro di episode Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin.

    Episode Dewi Siluman Bukit Tunggul & Banjir Darah Di Tambun Tulang

    Kaitannya yaitu pada kemunculan Kiai Bangkalan. Pada episode Dewi Siluman Bukit Tunggul Kiai Bangkalan berjanji akan memberikan ilmu pengobatan kepada Wiro bila Wiro berkunjung ke tempat kediamannya. Saat Wiro berkesempatan menyambangi Kiai Bangkalan, ternyata Kiai Bangkalan telah terbunuh dan Kitab Seribu Pengobatan dilarikan pembunuhnya yang tak lain adalah Datuk Sipatoka.

    Episode Munculnya Sinto Gendeng, Telaga Emas Berdarah & Iblis Berjanggut Biru

    Pada episode Munculnya Sinto Gendeng diceritakan Sri Baginda memberikan hadiah berupa peta rahasia telaga emas kepada Ki Rana Wulung atas jasanya membantu kerajaan bersama Sinto Gendeng.

    Pada episode Telaga Emas Berdarah terjadi perebutan peta telaga emas yang semula dipegang kakek Anom dan nenek Amini (Ratu dan Raja Bengawan Solo).

    Pada episode Iblis Berjanggut Biru terjadi perebutan peta rahasia telaga emas yang disimpan Kirana Wulung.

    Di episode ini disebutkan 30 tahun, masih kurang jelas apakah peta itu yang berusia 30 tahun atau peta itu sudah disimpan Ki Rana Wulung selama 30 tahun. Apabila petanya yang berusia 30 tahun, ada kemungkinan peta tersebut adalah peta yang diberikan Sri Baginda di episode Munculnya Sinto Gendeng. Jika yang dimaksud adalah 30 tahun lamanya Kirana Wulung menyimpan peta tersebut, berarti peta itu bukan pemberian Sri Baginda. Berarti ada peta telaga emas yang lain lagi, karena waktu kejadian pemberian peta itu oleh Sri Baginda tidak mungkin 30 tahun yang lalu karena waktu peta itu diberikan saat itu Wiro sudah ada.

    Ciri peta di tiga episode itupun ada sedikit perbedaan.

    Pada episode Munculnya Sinto Gendeng, peta tersebut disebutkan berupa gulungan kain kecil berwarna putih yang sudah agak lusuh selebar telapak tangan, tergambar sebuah puncak gunung, sungai berkelok, tanda silang dan matahari.

    Pada episode Telaga Emas Berdarah, peta tersebut disebutkan sehelai kain lusuh yang tadinya berwarna putih berubah kekuningan dan dekil kotor, lebarnya sama seluas telapak tangan, tetapi bergambar puncak gunung, sungai berliku-liku serta rumah kecil.

    Pada episode Iblis Berjanggut Biru, peta tersebut disebutkan sebuah lipatan kertas tebal berwarna kekuningan karena telah dimakan usia, tergambar sebuah sungai dan gunung lalu lingkaran bengkok-bengkok mungkin gambar sebuah telaga, lalu tanda silang di sebelah timur telaga.

    Atas dasar itulah saya tidak cantumkan episode Telaga Emas Berdarah sebagai episode yang berkaitan langsung dengan episode Munculnya Sinto Gendeng, bila dikaitkan dengan episode Iblis Berjanggut Biru mungkin ada karena di episode Iblis Berjanggut Biru juga muncul Sepasang Setan Bermata Api yang sebelumnya juga muncul di episode Telaga Emas Berdarah.

    Episode Iblis Berjanggut Biru mungkin yang memiliki kajian paling dekat dengan episode Munculnya Sinto Gendeng karena selain kaitannya dengan peta yang mungkin adalah peta pemberian Sri Baginda tersebut, tetapi yang paling jelas karena menceritakan kembali mengenai sahabat Sinto Gendeng yaitu Kirana Wulung.

    Episode Pangeran Matahari Dari Puncak Merapi, Bajingan Dari Susukan & Panglima Buronan

    Tiga episode ini saya jadikan satu rangkaian episode karena memiliki kaitan cerita yang sangat dekat, mulai dari kemunculan Pangeran Matahari, tokoh-tokoh yang terlibat, permasalahan terjadi di sekitar dan berputar di kerajaan yang sama, juga keberadaan Ni Luh Tua Klungkung yang selalu menemani Wiro. Juga dalam episode Kutunggu di Pintu Neraka di mana Pangeran Matahari sebagai penguasa Kerajaan Siluman yang memakai cincin berkepala ular sendok yang dikenal sebagai Cincin Warisan Setan

    Episode Ki Ageng Tunggul Keparat & Ki Ageng Tunggul Akhirat

    Supit Jagal dan Supit Ireng yang di akhir cerita episode Ki Ageng Tunggul Keparat disangka telah mati, di awal-awal cerita episode Ki Ageng Tunggul Akhirat diceritakan masih dalam keadaan hidup dan ada yang menyelamatkan. Tak lama berselang datanglah Pangeran Matahari yang menjadikan kedua orang itu budak suruhannya.

    Waktu kejadian di akhir episode Ki Ageng Tunggul Keparat dengan munculnya Pangeran Matahari di awal episode Ki Ageng Tunggul Akhirat sangat berdekatan, karena itu episode Ki Ageng Tunggul Akhirat saya jadikan lanjutan dari episode Ki Ageng Tunggul Keparat

    Episode Hari Hari Terkutuk, Bujang Gila Tapak Sakti & Purnama Berdarah

    Di episode Hari Hari Terkutuk Bujang Gila Tapak Sakti muncul, tetapi belum menyebutkan namanya dan Wiro pun belum mengenalnya. Diperkirakan itu adalah Bujang Gila Tapak Sakti berdasarkan ciri-cirinya, mulai dari badannya yang gemuk, selalu mengipas badannya walaupun udara dingin, memakai baju terbalik dan selalu memakai kupluk. Itu semua terjawab di episode Purnama Berdarah, Wiro akhirnya tau pemuda gemuk yang ditemui sebelumnya adalah Bujang Gila Tapak Sakti.

    Di episode Bujang Gila Tapak Sakti, menceritakan tentang Bujang Gila Tapak Sakti mulai dari masa kecil hingga dewasa dan menjadi pendekar muda yang memiliki kesaktian sangat luar biasa. Bujang Gila Tapak Sakti sendiri adalah keponakan Dewa Ketawa dan Dewa Sedih

    Adaptasi

    Serial Wiro Sableng ini telah diadaptasi sebagai sinetron dan film. Film dibintangi oleh Tonny Hidayat dan Atin Martino, dan sinetron dibintangi oleh Herning Sukendro (episode 1-59) dan Abhie Cancer (episode 59-91). Kemudian, film Wiro Sableng 212 yang tayang pada tanggal 30 Agustus 2018 diperankan oleh Vino G. Bastian.

    Pemeran

    Tony Hidayat

    Judul yang tersedia:

    • Empat Brewok dari Goa Sanggreng (1988)
    • Sengatan Satria Beracun (1988)
    • Sepasang Iblis Betina (1988)
    • Siluman Teluk Gonggo (1988)
    • Neraka Lembah Tengkorak (1988)
    • Orang-Orang Sakti dari Tangkuban Perahu (1988)
    • Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin (1988)
    • Mustika Sakti (1989)

    Atin Martino

    Judul yang tersedia: Satria Kapak Tutur Sepuh

    Herning Sukendro

    Judul yang tersedia:

    • Empat Berewok Dari Goa Sanggreng
    • Maut Bernyanyi Di Pajajaran
    • Dendam Orang-Orang Sakti
    • Keris Tumbal Wilayuda
    • Neraka Lembah Tengkorak
    • Pendekar Terkutuk Pemetik Bunga
    • Dewi Siluman Bukit Tunggul
    • Raja Rencong dari Utara
    • Tiga Setan Darah dan Cambuk Api Angin
    • Kutukan Empu Bharata
    • Banjir Darah di Tambun Tulang
    • Rahasia Lukisan Telanjang
    • Sepasang Setan Dari Tenggarong

    Abhie Cancer (Adhityo Wibowo)

    Judul yang tersedia:

    • Siluman Biru Menabur Dendam
    • Pembalasan Nyoman Dwipa
    • Mawar Merah Menuntut Balas
    • Purnama Berdarah (tidak ditayangkan)
    • Guci Setan (tidak ditayangkan)

    Vino G. Bastian

    Judul yang tersedia:

    • Wiro Sableng: Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212

    Hak cipta

    Wiro Sableng terdaftar pada Departemen Kehakiman RI Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek di bawah nomor 004245.

    TEMPAT BERMAIN SLOT YANG ASIK :PANGLIMA79